Senin, 24 Oktober 2011

DPR Hati-hati Dalam Memilih Pimpinan KPK

Jakarta (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat RI ingin berhati-hati dalam memilih pimpinan KPK, kata Ketua Komisi III DPR Benny K Harman di Jakarta, Senin.
"Kami akan berhati-hati dalam memilih pimpinan KPK agar apa yang terjadi pada pimpinan sebelumnya tidak terjadi pada pimpinan kali ini," kata Benny seusai uji makalah delapan calon pimpinan KPK di ruang Komisi III DPR.
Cara kehati-hatian itu adalah dengan mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi dari masyarakat mengenai calon pimpinan KPK.
"Sejauh ini sudah ada laporan dari masyarakat mengenai calon pimpinan KPK dan laporan itu akan kami verifikasi," tambah politisi dari Partai Demokrat itu tanpa merinci laporan seperti apa yang sudah ia terima.
Delapan calon pimpinan KPK tersebut adalah Bambang Widjojanto, Yunus Husein, Abdulah Hehamahuwa, Handoyo Sudrajat, Abraham Samad, Zulkarnaen, Adnan Pandu Praja, dan Aryanto Sutadi.
Para calon pimpinan KPK itu diminta untuk membuat makalah dengan panjang maksimal lima halaman dari lima tema yang sudah disediakan Komisi III.
Salah satu calon pimpinan KPK, Bambang Widjojanto, mengatakan bahwa dalam makalahnya ia ingin membuat perubahan kebijakan untuk mendukung pemberantasan korupsi.
"Saya masukkan satu gagasan perubahan aturan yang disebut `noncash payment` yaitu aturan yang misalnya melarang transaksi di atas 10 juta rupiah tanpa melalui sistem perbankan, karena selama ini korupsi dilakukan dengan tunai jadi kita bisa meminimalisasi korupsi," ungkap Bambang.
Ia memahami bahwa idenya mengharuskan perubahan undang-undang yang artinya bersifat jangka panjang, namun perubahan itu menurutnya harus diwacanakan sejak sekarang.
Sedangkan calon lain dari unsur kepolisian, Aryanto Sutadi, menyampaikan bahwa ia berharap dapat mengubah kerja sama polisi dan KPK yang selama saling berpolemik menjadi sinergi.
"Dalam tugas pokok KPK memang sudah tercantum untuk bekerja sama dengan kepolisian, jadi tinggal menjalankan saja," kata Aryanto.
Ia juga ingin agar KPK tidak melakukan tebang pilih dalam mengungkap kasus korupsi, walau tetap membuat skala prioritas.
"Prioritas pertama tentu kasus yang merugikan negara paling besar, selanjutnya KPK juga menyasar pelaku utama, bukan hanya pelaksana saja," tambahnya.
KPK, menurut Aryanto, juga jangan hanya menunggu sampai ada laporan korupsi tetapi harus proaktif mencari kejahatan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar